Minggu, 05 Mei 2013

Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

BAB 4 



Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan
Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

Oleh : Daniel Agustino


IV. Dampak Faktor Penentu Aktivitas Antipersaingan Terhadap Pengecualian UU No. 5/1999 Pasal 50 Huruf g


Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pada dasarnya dampak suatu aktivitas antipersaingan akan sangat bergantung pada elastisitas permintaan (PED). Secara ekonomi terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi elastisitas tersebut yaitu antara lain:



1. Ketersediaan Barang Substitusi (close substitute product)
Beragamnya produk atau barang yang tersedia dalam suatu pasar akan memudahkan konsumen untuk mencari substitusi barang konsumsinya sehingga akan meningkatkan elastisitas permintaanya menjadi lebih elastis. Konsepsi mendasar dari faktor ini adalah barang atau jasa yang memiliki ketersediaan substitusi yang banyak akan membuat barang atau jasa tersebut sensitif terhadap perubahan harga.

2. Periode waktu yang digunakan dalam menganalisa (time period of analysis)
Semakin panjang periode analisa maka akan terlihat bahwa semakin responsif perubahan kuantitas barang akibat perubahan harga. Waktu yang singkat tidak cukup bagi konsumen untuk menyesuaikan keputusan konsumsinya akibat terjadinya perubahan harga. Periode waktu yang lama memungkinkan pembeli/konsumen untuk menentukan pilihan yang tebaik.

3. Proporsi suatu barang dalam kerangka anggaran (proportion of budget)
Elastisitas permintaan tergantung juga pada proporsi anggaran yang disediakan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Aturan dasarnya adalah semakin besar porsi anggaran konsumen dialokasikan maka akan semakin responsif perubahan kuantitas barang seiring adanya perubahan harga.

4. Tingkat kebutuhan dari suatu barang atau jasa (necessity index)
Jika suatu barang atau jasa merupakan sesuatu yang prioritas atau sangat penting maka permintaan tidak akan cenderung untuk berubah seiring terjadinya perubahan harga. Hal tersebut berimplikasi bahwa barang-barang yang esensial/menjadi kebutuhan hidup seharihari akan memiliki elastisitas permintaan yang inelastis.

Suatu barang dapat memiliki PED yang berbeda apabila faktor-faktor tersebut berubah. Faktor lainnya yang turut berpengaruh adalah kondisi dari Negara itu sendiri yang termasuk Negara besar atau Negara kecil (country specific factor). Sebagaimana terjadi dalam kenyataannya, dominasi dalam menentukan arah pergerakan pasar dari suatu barang dan atau jasa banyak ditentukan oleh Negara besar, baik dari sisi permintaan atau dari sisi penawaran. Contohnya: Negara yang memiliki jumlah penduduk banyak akan cenderung memiliki kemampuan untuk meningkatkan elastisitas permintaan terhadap suatu barang dan jasa sehingga mendorong terjadinya peningkatan harga barang atau jasa tersebut. Dilain pihak, kondisi suatu Negara yang memiliki jumlah pelaku usaha yang banyak yang memproduksi suatu jenis barang dan atau jasa tertentu akan memungkinkan untuk mendorong terjadinya dominasi penawaran sehingga meningkatkan harga dari suatu barang dan atau jasa tersebut.

Dalam konteks Indonesia, terdapat beberapa karakteristik yang mungkin terjadi yaitu:

a. Melihat kondisi perekonomian Indonesia yang memiliki keuntungan-keuntungan spesifik dari sumber daya alam akan memungkinkan terdapatnya kecenderungan dominasi pelaku usaha Indonesia terhadap produk hasil alam baik produk primer maupun turunannya. Contoh dominasi tersebut dapat dilihat dalam produk hasil alam seperti karet, kelapa sawit, kopi, dan lainnya.
b. Selain itu, kondisi kemapanan teknologi yang masih kurang dibandingkan dengan Negara lain dibeberapa sektor industri membuka peluang Indonesia menjadi sasaran perlaku antipersaingan. Dalam hal ini, perilaku pelaku usaha yang digunakan untuk mempengaruhi preferensi konsumen akan menjadi penentu elastisitas permintaan terhadap suatu barang yang pada akhirnya akan dapat digunakan untuk melakukan abuse of dominant position. Contohnya dapat dilihat dalam industri mikroprosesor, farmasi, dan lainnya.

Dalam konteks pengecualian UU No.5/1999 pasal 50 huruf g terhadap aktivitas bisnis yang ditujukan untuk ekspor maka dapat dinyatakan bahwa tindakan tersebut pada dasarnya dapat menimbulkan kesejahteraan yang hilang (DWL) dan akan menguntungkan pelaku usaha yang bergerak dibidang eksportir barang komoditi. Mempertimbangkan bahwa Indonesia untuk beberapa sektor komoditi merupakan Negara produsen utama maka dapat dinyatakan market power pelaku usaha Indonesia dibeberapa sektor komoditi cukup signifikan dan dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar