Selasa, 23 April 2013

Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

BAB 1



Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan
Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

Oleh : Daniel Agustino


Abstraksi

Permasalahan dampak antipersaingan telah menjadi isu yang mendesak untuk diselesaikan melalui implementasi kebijakan persaingan diberbagai industri. Dalam konteks liberalisasi perdagangan, perilaku antipersaingan tidak hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha domestik saja tetapi juga dapat dilakukam oleh pelaku usaha asing dan berdampak pada perekonomian nasional.  Keberadaan pola perdagangan dan karakteristik produk yang diperdagangkan telah menjadikan besaran dampak perilaku antipersaingan sangat beragam dimana potensi dampak antipersaingan terbesar terjadi pada produk non komoditi. Keberadaan pengecualian suatu aktivitas bisnis yang ditujukan untuk ekspor oleh hukum persaingan Indonesia (UU No.5/1999 pasal 50 huruf G) tidak sepenuhnya membebaskan Indonesia dari dampak antipersaingan. Dalam kondisi tertentu terdapat potensi bahwa pengecualian suatu tindakan antipersaingan sekalipun ditujukan untuk ekspor akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan domestik.


I.Pendahuluan

Dalam dunia dimana negara-negara berusaha untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri, perusahan akan memproduksi barang-barang sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Jika perusahaan – perusahaan berperilaku kompetitif dan tidak terdapat eksternalitas, maka dapat dikatakan bahwa perdagangan bebas berjalan dengan efisien. Suatu ketika dimana perusahaan diduga menggunakan kekuatan pasarnya secara berlebihan bagaimanapun juga, pemerintah suatu negara dapat menggunakan kebijakan persaingan untuk menindaklanjuti aktivitas antipersaingan tersebut. Untuk kebijakan semacam itu biasa disebut dengan anti-trust policy atau competition policy.

Dengan dihapuskannya hambatan perdagangan, perusahaan – perusahaan domestik akan terbuka untuk berkompetisi dengan perusahaan asing yang selanjutnya mengarah pada penetrasi pasar domestik oleh impor dari luar negeri dan kesempatan bagi perusahaan –perusahaan domestik untuk menjual barang-barang produksinya ke pasar ekspor baru. Teori perdagangan tradisional memprediksi bahwa perdagangan semacam itu akan meningkatkan total pendapatan bagi negara-negara yang berpartisipasi, meskipun dapat terjadi implikasi jangka panjang terhadap struktur industri dan distribusi pendapatan. Bagaimanapun juga, jika perusahaan-perusahaan berperilaku kompetitif, maka efisiensi global akan tercapai melalui penghapusan total hambatan perdagangan dan tanpa perlu adanya intervensi pemerintah terhadap produk-produk yang terdapat dipasar.

Masalah muncul ketika perusahaan-perusahaan dapat dan menyalahgunakan kekuatan pasar yang dimilikinya. Dalam kasus tersebut, intervensi pemerintah dapat dijustifikasi. Masalah utama yang kemudian muncul adalah instrumen yang akan tersedia dan dapat digunakan oleh pemerintah untuk mendisiplinkan perusahaan domestik tidak dapat digunakan jika kasus tersebut dilakukan oleh perusahaan asing. Negara pengekspor tentu saja dapat menggunakan kebijakan persaingan untuk memaksa perusahaannya untuk berperilaku lebih kompetitif di pasar asing, akan tetapi instrumen tersebut seringkali tidak menjadi keinginan dari suatu negara untuk melakukannya (Levinsohn, 1996).

Dengan absennya inisiatif untuk mempraktekkan persaingan usaha yang sehat sebagaimana dilakukan di pasar domestik tentu saja akan berdampak pada perekonomian partner dagang dari negara pengekspor. Apabila negara tersebut memiliki industri yang saling bersaing dengan negara pengekspor tentu saja akan menimbulkan friksi kepentingan dimana harus diselesaikan melalui mekanisme dialog kebijakan ekonomi antar negara guna tercapai kesepahaman mengenai desain kebijakan persaingan yang neutral dan dapat diterima oleh keduanya (konvergensi kebijakan).

Isu interaksi antara kebijakan persaingan lokal dan internasional memang sangat penting untuk di elaborasi lebih jauh mengingat gencarnya perkembangan kerjasama ekonomi dan liberalisasi perdagangan dan investasi beberapa dekade belakangan dan akan semakin meningkat frekuensinya dimasa-masa mendatang. Menarik untuk dikaji isu mengenai kebijakan persaingan lokal dan internasional khususnya terkait dengan perekonomian Indonesia yang belum lama mengadopsi rezim persaingan dan dalam proses menuju pengembangan kerjasama ekonomi/liberlisasi perdagangan dan investasi.


Sumber : http://www.kppu.go.id/docs/Jurnal_edisi_1_th_09.pdf