Minggu, 05 Mei 2013

Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

BAB 3


Faktor Penentu Dampak Aktivitas Antipersaingan dan
Pengecualian UU No. 5 / 1999 Pasal 50 Huruf G

Oleh : Daniel Agustino



III. Dampak Aktivitas Antipersaingan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kebijakan persaingan, termasuk didalamnya hukum persaingan, nasional, tidak dapat digunakan oleh suatu negara untuk mengatasi perilaku antipersaingan yang bekarakteristik lintas negara. Dilihat dari karakteristiknya, terdapat beragam aktivitas antipersaingan yang dapat terjadi dalam konteks perdagangan internasional. Kebijakan persaingan, memiliki satu fitur yang selama ini digunakan oleh banyak negara untuk menindak perilaku antipersaingan berskala internasional, khususnya perilaku antipersaingan yang berupa jual rugi (predatory pricing). Fitur tersebut berada dalam bagian sistem multilateral WTO (World Trade Organization), yaitu Antidumping. Sampai saat ini untuk perlaku antipersaingan lainnya belum terdapat mekanisme formal yang mengaturnya, jadi penyelesaiannya dilakukan secara bilateral atau regional dinegara-negara yang sudah menganut sistem penegakkan hukum persaingan lintas negara. Setelah pada bagian sebelumnya dijelaskan mengenai instrumen kebijakan persaingan dalam menindaklanjuti perilaku antipersaingan domestik dan perkembangan isu persaingan ditingkat internasional, pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana dampak aktivitas antipersaingan terhadap kesejahteraan.



1. Dampak Aktivitas Antipersaingan Terhadap Kesejahteraan
Secara umum perilaku antipersaingan akan menimbulkan kesejahteraan yang hilang (dead weight loss) dari suatu perekonomian. Apabila suatu perekonomian sudah terintegrasi dengan perekonomian yang lainnya maka dapat dikatakan joint welfare dari perekonomian tersebut akan berkurang seiring terjadinya perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha. Sama halnya dengan dampak dari perilaku antipersaingan terhadap pasar domestik, perilaku antipersaingan internasional juga akan menimbulkan kesejahteraan yang hilang, sebaran dampaknya mungkin bervariasi. Keberadaan kerjasama perdagangan internasional antara dua negara dalam perspektif antitrust akan menyatukan pasar dikedua negara tersebut dan pada akhirnya kedua pasar tersebut akan diperhitungkan sebagai satu pasar relevan (Geographic Relevant Market).

Sesuai dengan masing-masing karakteristik barang dan jasa yang diperdagangkan diantara kedua Negara yang melakukan kerjasama perdagangan internasional tersebut, persaingan akan semakin meningkat dan dimungkinkan terjadinya praktek antipersaingan yang berdampak bagi pelaku usaha di Negara partner dagang masing-masing Negara. Pada dasarnya dampak antipersaingan terhadap suatu perekonomian dapat dilihat sebagai berikut:

Wtotal = Wa + Wb

Wtotal = Kesejahteraan total diantara Negara-negara yang melakukan perdagangan internasional

Wa = kesejahteraan Negara A

Wb = kesejahteraan Negara B

Suatu aktivitas antipersaingan yang terjadi akan berdampak terhadap kesejahteraan Negara tempat berlangsungnya praktek tersebut dan juga Negara partner dagangnya. Dari persamaan (1) diatas dapat dinyatakan bahwa peningkatan kesejahteraan dari negara A atau B akan berampak pada peningkatan kesejahteraan total (joint welfare). Jika diasumsikan terjadi suatu aktivitas antipersaingan dinegara A, maka secara jelas dapat dinyatakan telah terjadi dead weight loss (DWL), direpresentsikan c. Dalam hal ini c merepresentasikan sejumlah tertentu DWL. Implikasi adanya DWL tersebut bagi Negara A akan mengurangi kesejahteraan dan membentuk Ya = F(Wa – Ca), dan sebaliknya juga berlaku apabila praktek tersebut terjadi di Negara B, menghasilkan Yb = F(Wb – Cb). Ya dan Yb merupakan kesejahteraan riil setelah disesuaikan dengan DWL. Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa keberadaan DWL akan mengurangi joint welfare antara Negara A dan B. Dalam prakteknya dampak langsung dan tidak langsung dari keberadaan DWL sangat beragam dan hubungan yang terwujud sangat kompleks.

Indikator utama untuk melihat dampak aktivitas antipersaingan (DWL) terhadap perdagangan internasional dapat dilihat dari perdagangan yang terjadi dalam suatu kerjasama ekonomi setelah diduga terdapat perilaku antipersaingan. Pada umumnya aktivitas antipersaingan akan berdampak langsung pada:

1. Pengurangan volume produk yang diperdagangkan (lessening competition)

2. Adanya hambatan langsung yang membuat suatu produk sepenuhnya tidak dapat masuk kedalam pasar (barrier to entry)

2. Transmisi Dampak Perilaku Antipersaingan Berskala Internasional

Apabila pada bagian sebelumnya dijelaskan  dampak perilaku antipersaingan lokal terhadap perekonomian domestik, pada bagian ini diuraikan mengenai dampak perilaku antipersaingan dalam internasional. Kondisi sebenarnya akan semakin kompleks dengan memperhitungkan faktor pola perdagangan yang terjadi diantara kedua Negara yang berdagang. Sebagaimana terjadi pada umumnya, setiap Negara yang melakukan perdagangan internasional akan berupaya untuk memproduksi barang dan jasa yang dirasakan memiliki daya saing sehingga diharapkan dapat diekspor ke Negara lainnya. Pola perdagangan pada umumnya akan banyak dipengaruhi oleh tekanan persaingan di pasar. Negara yang tidak memiliki dasar industri yang kuat akan suatu barang akan cenderung menjadi objek pengerukan consumer welfare/surplus dari Negara yang memiliki basis industri ekspor. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
eA = eB




Tidak ada komentar:

Posting Komentar